This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 23 Juni 2019

UNPUBLISHED STORY: KEGELISAHAN DALAM MEMILIH

Lama banget gak nulis ternyata banyak yang menumpuk dikepala, bersamaan sama kegelisahannya. Tulisan ini khusus buat temen-temen yang sering buka blog, karena cerita ini gak bakalan gue publish di sosmed manapun.

"Dham, ada waktu longgar?" tanya salah seorang temen gue. Perkenalkan namanya Fifi.

"Call me back about 4-5 hours again"

Saat itu gue lagi dinas luar. Ada pekerjaan baru yang membuat gue harus meninggalkan beberapa hobi lama, seperti basket, nonton film, dan nulis tentunya.

Kerjaan baru gue menuntut gue buat bolak balik Cibinong-Bogor atau Cibinong-Jakarta. Bertemu dengan lebih banyak orang, menjalin relasi baru, well. Capek sih, tapi gue seneng, karena dapet duit lebih, eh gak deng karena dapet kepercayaan lebih.

Sekitar jam jam 5, udah 5 jam sejak Fifi ngontak gue, dia ngechat by Whatapp "Dham, gue butuh pendapat elu."

Mungkin banyak yang bilang usia 20-25 ya? Ini di siklus krisis dimana usia mulai mature, pikiran mulai mengarah lebih jauh kedepan, dan mulai menemukan siapa yang benar-benar menjadi kawan, atau lawan.

"Tau gak kemarin, ada yang ngechat sama persis kayak elu, dan lu tau dia minta pendapat apa? Kegalauannya mau ngelamar sama dilamar, kalau lu juga mau cerita itu, berarti lu orang ke 5 yang cerita kegue."

"HAHAHA, BUKAN, gue mau cerita. Gue lagi galau nih, mau kerja atau mau lanjutin kuliah S2," intronya yang dia ceritakan ke gue.

"Oh, emang lu lebih berat kemana?" jawab gue yang masih seadanya.

"Gaktau, for the first time Dham, gue bingung mau milih yang mana, karena sama-sama beratnya."

"Oh, lah lu duluan kepikiran yang mana?"

"Hmm... wait a minute"

Fifi berpikir sebentar, dan sekitar 20 menit setelahnya dia batu melanjutkan chatnya "Gue bingung bener-bener bingung, kalau dibilang mana dulu, gue lebih kepikiran kerja dulu dari pada lanjutin S2. Tapi, mamah pengen gue lanjutin S2 dulu. Okelah, gue pikir kalau gue jawab bisa ngelakuin semuanya beriringan mamah bakalan luluh, tapi dia ngomong 'Kalau sekolah sama kerja, nanti malah gak fokus sekolahnya loh, mbak,'

Dan dengan semua argumen yang mamah kasih ke gue, akhirnya gue mikir lagi, buat lanjutin sekolah lagi atau kerja dulu."

"Oh, dari awal sebenernya lu emang pengen kerja dulu?"

"Yap, gue pengen mandiri secara financial dulu, enak gak sih kayak elu gitu, udah punya duit sendiri, jadi udah gak membebani orang tua."

Gue tersenyum membaca chat Fifi, mungkin bener apa yang dia bilang. Gue beranjak dari posisi duduk gue. Saat itu, gue sedang ada dikantor, masih didepan komputer, lalu gue berpindah ke teras Masjid menyandarkan badan ke salah satu tiang. Menghela nafas lalu membalas.

"Oh, gitu..,"

"Iya, gue bener-bener bingung milih yang mana, kalau menurut lu gimana, Dham."

"Kalau gue jadi elu, dan bener-bener berat milih yang mana, gue nyaranin lu buat ngikutin nyokap lu. Mau cari apalagi selain nyenengin orang tua, sebelum mereka gak ada?"

Pesan gue diread doang, sekitar jam 6 gue balik ke kontrakan. Sampai jam 9 chat gue masih diread, dan sekitar jam 10 sebelum gue tidur Fifi baru bales.

"Dham, bukannya cara nyenengin orang tua ada banyak. Kalau gue kerja kan seenggaknya gue juga nyenengin mereka karena gue ngeringanin beban orang tua gue."

"Sorry to say, gak usah sok-sokan ngomong dengan ngeringanin beban financial orang tua lu, mereka langsung seketika seneng, sementara kalau lu balik lebih banyak ngabisin waktu bareng temen-temen elu, lebih sering ngajakin main temen-temen lu makan ketimbang bareng orang tua lu, lebih sering bales chat temen-temen lu dari pada ngechat mamah. Mungkin emang bener meringankan beban, tapi udah berapa kali permintaan mamah yang lu turutin, dan permintaan mereka yang mungkin lu gak tau, doa mereka buat lu yang mungkin lu gak pernah denger biar lu kayak gimana."

"Dham..," balasnya.

"Fi, kalau gak ada yang salah sama pengen lu itu, meringankan beban orang tua, siapa anak yang gakmau, tapi jangan lupa turutin dulu permintaan mereka, sabar, ada waktunya apa yang lu pengen direstui."

"Thanks a lot, brother." tutupnya.

Ada beberapa point yang gue garis bawahi disini. Gue gaktau apa yang ibu bapak gue pengen, yang gue lakuin hanya meraba apa yang membuat mereka seneng.

Kadang gue ngerasa, apa ketika gue udah kerja bisa kirim uang ke mereka, udah gak membebani mereka, tapi ternyata bukan. Bukan itu yang benar-benar mereka harapkan.

Sekali lagi gue meraba-raba, kita gak pernah tau apa yang mereka doakan buat kita, kita gak pernah tau apa yang ada di isi hati mereka, dan mungkin apa yang dia pinta ada maksud tersendiri dibaliknya. Hanya saja kita yang kadang menolak, maksud gue sering menolaknya. Well, sekali lagi, selain nyenengin orang tua, Mau cari apalagi selain nyenengin orang tua, sebelum mereka gak ada.

Sabtu, 22 Juni 2019

INDAHNYA PDKT AKSA III : CERITA REHAN

"Aduh...," keluh Aksa sambil geleng-geleng kepala.

"Gue udah gak diperhatiin lagi ini sama author gue, udah jarang buat cerita, bisa-bisa gagal pansos nih,"

"Etdah, gue sibuk. Masih mending ni hari ini gue nulis!"

"Iya, iya, yaudah sekarang lu mesti kasih nasib baik!"

"Bawel lu kayak bawal."

"Mana ada ikan yang bawel, ikan aja cuman mangap-mangap doang."

"Oh iya.."

"Tok-tok" pintu kamar Aksa diketok ditengah percakapan dengan authornya.

Dan tak lama setelahnya, pintu kamarnya terbuka secara perlahan. Semenit, dua menit gak ada orang yang masuk kekamarnya. Tiba-tiba terdengar suara sendu dari balik pintu, lalu hujan turun, dan mulai kamar Aksa mulai gelap.

Aksa membiarkan kamarnya tetap gelap, karena dia enggan menyalakan lampu. Suara sendu itu berasal dari balik pintu, dan tombol menyalakan lampu berada tepat disebelah pintu masuk kamar Aksa.

"OI SETAN! NYALAIN LAMPUNYA GUE TAKUT JALAN KESANA KARENA ADA ELU!" teriaknya lalu menutupi wajahnya menggunakan bantal.

Aksa menarik selimut dan bersembunyi dibaliknya, dengan bantal yang sekarang dia peluk.

Tiba-tiba, tangan putih pucat keluar dari pintu.

"NDRUWOOO!!! AAAAA TOLONGG, MY BODY IS NOT YUMMY DONT EAT ME PLEASE!!!"

Tenang, Sa, ini bukan cerita horor. Lagian lu ada setan bukannya do'a malah dialog pake bahasa inggris.

"Ini gue," muncul wajah yang sangat Aksa kenal.

"Rehan? Lu gentayangan?"

"Napa gentayangan, kan gue belum mati, pehul!"

"Kok lu pucet banget, mata lu juga item banget? Password?" tanya Aksa terheran-heran.

"Kopi luak, gak pake kembung."

"Lah iya, beneran elu, sini-sini," Aksa mempersilahkan sahabatnya ini masuk.

Rehan duduk dan bersandar dilantai, badannya keliatan lemas, rambutnya berantakan, pipinya mulai tirus, mirip kayak Atta lagi nyamar jadi pengemis. Cuman Rehan lebih cakep.

Dia terduntuk lesu, merendahkan bahunya, dan meletakkan tangan diatas kakinya. Aksa menyalakan lampu, dan menyeduh teh buat Rehan. Suara sendu Rehan mulai mereda.

"Nih, gue buatin teh, minum."

Rehan hanya tertunduk lesu, wajahnya tertutup rambutnya yang acak-acakan. Aksa membiarkannya, lalu dia duduk dikursi.

"Nape lu?" Tanya Aksa.

Rehan masih tertunduk lemas. Aksa membiarkannya.

15 menit kemudina, "Yaudah kalau gakmau cerita gakpapa Han."

Sejam kemudian "Lu kesini mau apa?" tanya Aksa kembali karena terlalu hening untuk 2 orang sahabat yang berada di satu ruangan.

Masih tetap gak dijawab Rehan. Aksa menghampiri Rehan, lalu duduk disampingnya. Memegang pundaknya, lalu menyoyornya.

"ETDAH BUSET, DARI TADI LU TIDUR TERNYATA, GUE NANYA GAK DIJAWAB-JAWAB, MINUM TUH TEH SIANIDA!"

"GUE NGANTUK, KARSO!!! GUE BELUM TIDUR 3 HARI!!"

"TIDUR YA TIDUR, TAPI JAWAB PERTANYAAN GUE!!"

"LAH MANA GUE TAU KALAU LU NANYA, NAMANYA JUGA TIDUR!!"

"Oh iya sorry, terus kenapa lu kok belum tidur 3 hari, ngerjain skripsi?"

"Belum kocak, kan gue masih semester 3."

"Oh, lu kelilit utang ya?"

"Yaelah, kalau gue kelilit utang nama gue lari ke elu Sa, kan lu juga gak punya duit."

"Oh iya, terus kenapa?"

Rehan, melipat kaki dan tangannya, mengambil teh yang sudah dingin, lalu meminumnya "Ini gak lu kasih sianidakan?"

"Enggaklah, Han, gue bercanda doang," Aksa mulai iba melihat sahabatnya.

"Gue lagi sedih, Sa, bahkan teh manis yang lu buat berasa tawar banget."

"Emang gak gue kasih gula, lagi abis."

"Oh, maaf. Teh tawar yang lu kasih berasa pait kayak kopi."

"Mau kecap kalau mau dimanisin?"

"MBOH!" Jawab Rehan kesal "Gue lagi sedih, Sa."

"Elahh, sedih kenapa, perasaan minggu kemarin lu ngomong sama gue 'Kita walaupun temen deket, kehidupan kita jomplang ya. Gue ada yang mencintai setulus hati, lah gue liat elu, ada yang mau mungut aja kagak' sekarang napa lu sedih?"

Rehan menatap sahabatnya dengan mata yang berkaca-kaca, bibirnya menahan tangis,"GUE PUTUS SA!!"

Melihat temannya menangis Aksa jadi jijik. Rehan memeluk Aksa, sementara Aksa mencoba melepas pelukannya. Sesaat mereka beradu pukul, lalu berhenti setelah Aksa kentut.

"Sa, berharap sama orang tuh, kek apa ya hiks, kek sakit banget, apalagi berharap sama dia hiks" kata Rehan sambil tersedu-sedu.

"Lah dulu lu ngomong, berharap sama orang itu patah hati yang disengaja, sekarang lu sendiri yang berharap sama orang sok-sokan sih lu dulu."

"Sa...,"


Bersambung..