Minggu, 03 November 2019

PROLOG UNTUK KEMBALI BERDIALOG BERSAMA AKSA

"Om jangan Om, jangan buka celana Aksa!"

"Gue Author elu, bukan Om Burhan, hmmm jadi Sa, maaf ya, jarang nulis sekarang. Sibuk banget, tapi duit gue jadi lebih banyak kok."

"...."

"Sorry ya, kan mau iphone."

"Kalau capek istirahat, gak usah memaksa, membaca cerita lama juga gak masalah kok. Lagian, lu juga repot, makasih udah nyempetin berdialog."

"Thankyou. Ngomong-ngomong, menurut lu gimana Sa, cerita lu, Sa, kok ngenes mulu."

"Kan lu penulisnya, bege!!!"

"Oh iya, terus lu diendingnya mau dikasih cewek yang gimana?"

" Hmmm, gini gue ada 3 kriteria sih, yang pertama cantik, yang kedua cantik, yang ketiga cantik, bolehkan?"

"Itu cuman 1, bahlul!"

"Nah iya bener, berarti itu."

Hmm.. mungkin kalau memang Aksa itu ada, dialognya bakalan seperti ini. Aksa adalah karakter yang gue buat untuk menghibur diri. Karakter yang gue buat dari semua sifat konyol gue. Dan setiap kali gue mau bercerita tentang Aksa gue selalu berusaha berdialog dengan dia, walaupun sebenarnya Aksa itu gak ada di Dunia nyata.

Sayangnya, gue bukan orang yang terbuka kesemua orang. Gue orang yang cenderung diem dikeramaian, hobi menyendiri dipojokan sambil membawa buku favorit, menikmati hangatnya lampu ruangan yang menyala, sambil mengamati orang yang datang dan pergi.

Selalu ada cerita disetiap datang dan perginya seseorang. Tanpa disadari, sudah berapa orang yang berlalu lalang mengisi, dan pergi ( eh ini yang gue maksud bukan mantan ya, tapi semua orang yang pernah relate sama gue). Termasuk gue, yang udah berlalu lalang pula.

Gue termasuk orang yang pemikir, dan jeleknya gue selalu memikirkan bagaimana respon orang terhadap gue. Padahal sendirinya tau, kalau respon orang ke diri sendiri itu, adalah sesuatu yang gak bisa gue atur, sementara hal yang bisa gue atur itu, respon gue terhadap orang tersebut.

Gaktau, udah berapa kali gue menyenangkan orang lain, dan udah sebanyak apa menyakiti dan mengecewakan orang lain.

Kembali lagi, ada yang bisa kita atur, dan ada yang gak bisa kita atur.

Aksa termasuk karakter yang bisa gue atur, dunianya ada di imajinasi gue, dan masa depannya bisa gue olah seabstrak mungkin. Dan gue selalu ngerasa, Astra itu kayak Malikanya kecap bango. Berarti Aksa itu udah gue anggap sebagai anak sendiri.

Kadang gue selalu merasa bisa ngatur dia, tapi alangkah baiknya, gue berdialog dengan Aksa sebelum menulis cerita untuk dia. Karakter Aksa udah tumbuh walaupun belum viral sih. Gak viral juga gakpapa, toh Aksa ada bukan untuk viral, dia ada untuk jadi teman berdialog gue di Dunia literasi.

Aksa itu cowok, dan dia harus menang untuk memilih. Walaupun dicerita sebelumnya ceweknya selalu menang untuk menolak.

Aksa bakalan jadi karakter yang membangun sifat dan pribadi yang bisa ditawarkan, agar dia bisa mudah untuk memilih. Sama artinyanya dengan memantaskan diri agar dia mendapat yang sepantasnya.

Aksa bukan karakter yang memiliki fisik yang menarik. Gue emang gak buat dia memiliki fisik yang menarik (biar sama kayak yang nulis). Karena gue tau, fisik yang menarik bukanlah asset yang nilainya naik, fisik yang menarik akan selalu terdepresiasi dengan usia.

"Tapi gue pengen ganteng!"

"Diem lu bawel!"

"Kan lu mesti berdialog dulu, condet!!"

"Iya, tapi tetep yang nulis cerita elu."

"KALAU GITU BUAT KARAKTER GUE SEBAGAI SEORANG PENULIS, GUE MAU NULIS CERITA IDHAM PENJUAL BAKSO GHAIB BERKUTANG!"

------

Yha, gimana yha, masak karakternya cakep yang nulis enggak.

Mungkin cerita Aksa gak bakalan ditulis tiap tanggal 15 dan 30 seperti dulu, dan gue bakalan berusaha menulis cerita Aksa sesering mungkin, eh enggak gue bakalan selalu menyempatkan berdialog dengan Aksa buat nulis ceritanya walaupun nantinya hanya muncul ide 1 sampai 2 kalimat.

bismillah, see you, Sa.

0 komentar:

Posting Komentar