This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 15 November 2019

BER-MONOLOG

Pukul 02.00

"Hei, tumben bangun jam segini lagi?"

Terlihat wajah yang sendu, duduk, dan menunduk.

"Mata kamu merah, masih ngantuk ya?

Hmm.. tumben bangun jam segini lagi. Kerjaan udah mulai gak padetkah? Bukannya lagi banyak kerjaan yang lagi numpuk ya, istirahat sana gih, ntar bangunnay kesiangan.

Oh iya, jangan terlalu pelit sih sama diri sendiri. Kadang kamu terlampau pelit kalau sama diri sendiri, ngerti gak,"

Sesaat wajahnya terangkat, lalu meletakkan tangannya ke pahanya, sambil meremas kain yang dia kenakan.

Dia memegangi pundaknya, tersenyum lalu berkata "Iya, aku tau kamu sedih, kamu takut, dan seluruh kegundahanmu aku ngerti. Dan sekarang, kamu bingung kan berdialog sama siapa? bagaimana kalau bermonolog sama aku?

Mari kita runtut siapa kamu,

Kamu adalah orang yang telah banyak bertemu dengan orang asing, dan kamu selalu berhasil merebut hati mereka. Bukan, bukan berarti mereka jatuh hati, bukan berarti mereka menyukaimu, tapi mereka merasa dekat denganmu. Oke, yang aku maksud merebut hati bukan melulu perihal merebut hati lawan jenismu.

Kamu tuh orang yang cukup berpengalaman di forum, disebuah tim, dan organisasi. Well, jauh kebelakang kamu punya banyak orang untuk diajak berdialog.

Dan dari semua hal yang pernah kamu lalui, aku tau sebenernya kamu gak pernah merasa dekat dengan siapapun. Bahkan kalau orang lain merasa dekat sama kamu, aku sangat yakin, kalau kamu gak pernah merasa dekat sama mereka. Seterbuka apapun mereka sama kamu, sebanyak apapun mereka berbagi cerita pribadi mereka sama kamu, kamu gak pernah merasa dekat dengan mereka.

Kamu punya banyak teman, tapi selalu memilih sendiri, kamu punya banyak orang yang merasa dekat sama kamu tapi kamu bahkan gak pernah ingin membagi hari bahagia dengan mereka."

*memeluk.

"Itu yang kamu pilihkan, memilih untuk menyelesaikan apa-apa sendiri, memilih untuk selalu terlihat baik untuk orang lain. Aku tau, sebaik-baiknya kamu, itu sebaik-baiknya kamu menutupi semua sifat buruk, dan kegelisahanmu. Aku salut, kita bertahan kayak gini.

Gakpapa gak masalah, kamu bisa selalu bermonolog sama aku, kapanpun, karena akulah yang paling dekat denganmu, aku yang paling tau perasaanmu, tentunya setelah Allah.

Memang bukanlah hal yang menyenangkan buatmu, membuka pembicaraan dengan orang asing, berbicara masalah pribadimu dengan orang terdekatmu, ya itu pilihan. Aku tau, kamu menghindari momen dimana orang jadi ikut memikirkanmu, orang jadi bersimpati, atau kamu selalu benci diperlakukan istimewa.

Gakpapa tenang."

Dia menggigit bibirnya, seolah menahan sesuatu.

"Gak usah ditahan."

"Argghhh!!!!!!!!" dia berteriak, dan menangis, pelukanya darinya masih tak terlepas, justru semakin erat. semakin hangat.

"Hei, tenang. Tenang ya, kamu masih punya tenagakan untuk menengadahkan tangan, kalau memang tangan berat, atau amit-amitnya gak ada, kamu punya mulut yang masih lancar untuk berbicara. Dan kalau kamu bahkan malu mengucapkan apa yang kamu inginkan. Kamu bisa mengatakannya dalam hati. Gak ada alasan untuk tidak berdo'a.

Kamu sudah berusaha baik untuk semua yang terjadi. Gak perlulah kamu berlarut, minta di-dikti sama Allah, minta dituntun, karena kamu itu buta akan masa depan, kamu hanya berhak untuk berjuang dan kamu berkewajiban untuk mengupayakan.

Semua yang kamu risaukan, masih ada di bumi. dan perjalanan kita masih sangat panjang.

Udahlah tenang,"

Tangisnya mulai terhenti, air matanya tak meronta untuk keluar.

"Gak perlu menyiksa diri sendiri lagi. Aku tau, kamu sadar yang kamu lakukan itu salah, dan kamu tetap melakukannya, karena mungkin berat hati. Belum terlambat untuk menegaskan diri sendiri.

Ingatkan, kamu selalu tegas dalam berinvestasi, dan kamu tau bahwa ada yang bisa dikendalikan dan tidak. Kamu gak bisa meminta seseorang memperlakukanmu seperti apa, tapi kamu bisa mengatur gimana kamu memperlakukan orang lain.

Kamu bertanggung jawab untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik untuk dirimu sendiri, tapi orang lain tak memiliki kewajiban untuk memperbaiki diri buat kamu. Bukan kamu yang meminta orang lain menjadi baik, tapi menjadi baiklah untuk dirimu sendiri, dan orang yang kamu sayangi. Kamu dan orang-orang itu pantas untuk kamu yang lebih baik."

Tangannya kuat meremas paha-nya, wajahnya memerah dan basah. Dibantulah dia untuk berdiri.

"Tenang, masalahmu tak sebesar kuasa Tuhanmu, kita hanya berlebihan dalam menyikapinya,"

Dia berjalan menuju ranjangnya, menutup wajahnya dengan bantal.

Matanya berat untuk terpejam, pikirannya tlah lelah, dan mulutnya kaku karena lelah berteriak. Tangannya diletakkan diperutnya. Pandangannya kosong dan mulai berat.

Kalau kamu sendiri, aku juga sendiri. Kita adalah teman baik.

Tak lama setelahnya dia mulai memejamkan mata. Dan sosok itupun pergi menghilang. Sosok dirinya sendiri.

- End

Minggu, 03 November 2019

PROLOG UNTUK KEMBALI BERDIALOG BERSAMA AKSA

"Om jangan Om, jangan buka celana Aksa!"

"Gue Author elu, bukan Om Burhan, hmmm jadi Sa, maaf ya, jarang nulis sekarang. Sibuk banget, tapi duit gue jadi lebih banyak kok."

"...."

"Sorry ya, kan mau iphone."

"Kalau capek istirahat, gak usah memaksa, membaca cerita lama juga gak masalah kok. Lagian, lu juga repot, makasih udah nyempetin berdialog."

"Thankyou. Ngomong-ngomong, menurut lu gimana Sa, cerita lu, Sa, kok ngenes mulu."

"Kan lu penulisnya, bege!!!"

"Oh iya, terus lu diendingnya mau dikasih cewek yang gimana?"

" Hmmm, gini gue ada 3 kriteria sih, yang pertama cantik, yang kedua cantik, yang ketiga cantik, bolehkan?"

"Itu cuman 1, bahlul!"

"Nah iya bener, berarti itu."

Hmm.. mungkin kalau memang Aksa itu ada, dialognya bakalan seperti ini. Aksa adalah karakter yang gue buat untuk menghibur diri. Karakter yang gue buat dari semua sifat konyol gue. Dan setiap kali gue mau bercerita tentang Aksa gue selalu berusaha berdialog dengan dia, walaupun sebenarnya Aksa itu gak ada di Dunia nyata.

Sayangnya, gue bukan orang yang terbuka kesemua orang. Gue orang yang cenderung diem dikeramaian, hobi menyendiri dipojokan sambil membawa buku favorit, menikmati hangatnya lampu ruangan yang menyala, sambil mengamati orang yang datang dan pergi.

Selalu ada cerita disetiap datang dan perginya seseorang. Tanpa disadari, sudah berapa orang yang berlalu lalang mengisi, dan pergi ( eh ini yang gue maksud bukan mantan ya, tapi semua orang yang pernah relate sama gue). Termasuk gue, yang udah berlalu lalang pula.

Gue termasuk orang yang pemikir, dan jeleknya gue selalu memikirkan bagaimana respon orang terhadap gue. Padahal sendirinya tau, kalau respon orang ke diri sendiri itu, adalah sesuatu yang gak bisa gue atur, sementara hal yang bisa gue atur itu, respon gue terhadap orang tersebut.

Gaktau, udah berapa kali gue menyenangkan orang lain, dan udah sebanyak apa menyakiti dan mengecewakan orang lain.

Kembali lagi, ada yang bisa kita atur, dan ada yang gak bisa kita atur.

Aksa termasuk karakter yang bisa gue atur, dunianya ada di imajinasi gue, dan masa depannya bisa gue olah seabstrak mungkin. Dan gue selalu ngerasa, Astra itu kayak Malikanya kecap bango. Berarti Aksa itu udah gue anggap sebagai anak sendiri.

Kadang gue selalu merasa bisa ngatur dia, tapi alangkah baiknya, gue berdialog dengan Aksa sebelum menulis cerita untuk dia. Karakter Aksa udah tumbuh walaupun belum viral sih. Gak viral juga gakpapa, toh Aksa ada bukan untuk viral, dia ada untuk jadi teman berdialog gue di Dunia literasi.

Aksa itu cowok, dan dia harus menang untuk memilih. Walaupun dicerita sebelumnya ceweknya selalu menang untuk menolak.

Aksa bakalan jadi karakter yang membangun sifat dan pribadi yang bisa ditawarkan, agar dia bisa mudah untuk memilih. Sama artinyanya dengan memantaskan diri agar dia mendapat yang sepantasnya.

Aksa bukan karakter yang memiliki fisik yang menarik. Gue emang gak buat dia memiliki fisik yang menarik (biar sama kayak yang nulis). Karena gue tau, fisik yang menarik bukanlah asset yang nilainya naik, fisik yang menarik akan selalu terdepresiasi dengan usia.

"Tapi gue pengen ganteng!"

"Diem lu bawel!"

"Kan lu mesti berdialog dulu, condet!!"

"Iya, tapi tetep yang nulis cerita elu."

"KALAU GITU BUAT KARAKTER GUE SEBAGAI SEORANG PENULIS, GUE MAU NULIS CERITA IDHAM PENJUAL BAKSO GHAIB BERKUTANG!"

------

Yha, gimana yha, masak karakternya cakep yang nulis enggak.

Mungkin cerita Aksa gak bakalan ditulis tiap tanggal 15 dan 30 seperti dulu, dan gue bakalan berusaha menulis cerita Aksa sesering mungkin, eh enggak gue bakalan selalu menyempatkan berdialog dengan Aksa buat nulis ceritanya walaupun nantinya hanya muncul ide 1 sampai 2 kalimat.

bismillah, see you, Sa.