This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 08 Mei 2020

INDAHNYA PDKT AKSA IV: SARI TEMAN KAMPUNGKU

Lembaran lama udah Aksa lupakan, yang udah yaudah aja sih. Sekarang waktunya Aksa berburu lagi membuka lembaran baru. Seperti biasa, yang dia sapa pertama " Rehan, hehe"

"Tumben lu manggil nama gue," jawab Rehan dengan wajah sedikit geli.

"Aa' Rehan," panggil Aksa dengan sedikit berwajah imut.

"Geli gua, Sa, lu kesurupan jin iprit apa!?" bentaknya sambil melempar bantal kearah gue.

"Hehe, sekarang gue lagi deket nih sama cewek, besok gue mau ngedate hehe."

Jadi, beberapa bulan lalu setelah Aksa pulang dari kampungnya, Aksa deket sama temen seperantauannya. Namanya Sari. Aksa bilang dia adalah Kembang Desa dikampungnya. Karena selama 9 tahun masa puber Aksa dia gak pernah ketemu cewek cakep selain Sari.

Aksa ketemu Sari waktu perjalanan ke Bogor, kebetulan mereka menaiki travel yang sama, dan punya tujuan yang sama. Ketika gak sengaja turun ditempat yang sama di polsek Dramaga.

"Semesta Berkonspirasi" pikir Aksa saat itu. Karena berasal dari kampung halaman yang sama Aksa gak sungkan hanya untuk sekedar basa-basi, seperti kuliah dimana, dulu dari SMA mana, dan nanya kos dimana. Dengan berdalih kalau di Bogor ada Forum Komunikasi Daerah, Aksa bisa dapet kontak Sari.

Sudah 2 bulan mereka kontakan sampai pada akhirnya Aksa ngajak Sari buat kencan pertama.

"Yaelah, Bro, kan lu juga udah berkali-kali kencan, masak masih gaktau mesti ngapain."

"Yakan selama ini gagal mulu, Han," jawab Aksa sambil menaruh kepala diatas lipatan tangannya.

Rehan menghela nafas "Ya belajarlah dari kemarin-kemarin lu kemarin gimana, kurangnya apa, kan bisa, ntar gue saranin lu gagal lagi."

"Hmm.. buat mereka penasaran, dengerin ceritanya, jangan tunjukin lemah gue, ceritain achievment gue," jawab Aksa soktau.

"Nah itu tau, jangan lupa, lu mesti nunjukin sisi fuckboy-nya," balas Rehan.

Aksa mulai percaya diri. Yang dia tahu, fuckboy itu cowok nakal. Tapi Aksa lupa dia gak ada achievment sama sekali selama kuliah, terakhir prestasi yang mungkin bisa dia banggakan adalah juara gundu antar kampung waktu kumur 8 tahun. Itupun karena musuhnya masih umur 4 sampai 5 tahun.

Malam minggu Aksa janjian di Kafe GS. Kafe dekat kampus dengan alasan memilih kafe tersebut adalah "Gue belum pernah kesana".

Aksa mengenakan kaos polos berwarna navy dengan jeans berwarna hitam, dengan sepatu trendi Jordan punya Rehan. Mereka berdua janjian pukul 7 malam.

"Hei," Sari melambaikan tangan.

Aksa membalasnya dan tangannya melambai memintanya segera menghampirinya. Aksa tersenym, dan Sari membalasnya. Sari mengenakan kaos hitam dengan outer cardigan non formal berwarna moca, dan bawahan kulot. Rambutnya diikat pita warna hitam dengan poni yang dikesampingkan.

"Udah lama, Sa?" tanya Sari.

"900 detik, Sar."

"Ha?"

"15 menit elah tinggal ngitung,"  jawab Aksa.

"Hahaha lucu ya kamu, belum pesen makan to? kita pesen makanan dulu ya."

Aksa dan Sari mulai berdialog, sembari menunggu menu yang mereka pesan. Basa-basi basi Aksa nampaknya ampuh, karena mereka berasal dari daerah yang sama jadi gak sulit nyari topik pembicaraan, apalagi dikampus yang sama. Aksa berasa ada temen seperjuangan.

Sampai muncul pertanyaan, "Kecil dulu kamu bandel ya?" tanya Sari ke Aksa.

Aka berpikir ini saatnya gue nunjukin sisi fuckboy-nya "Wahh iyalah jelas, dulu gue bandel banget."

"Serius?" Sari terkejut karena tebakannya benar.

Aksa berpikir ini saatnya, dia menghela nafas. Lalu dengan percaya diri "Dulu aku sering gak tidur siang."

Sari menunjukan wajah bingung.

"Iya, dulu aku sering gak tidur siang, bandel gak sih gue dulu. Jadi,..."

Belum sempat Aksa lanjur nyrocor, Sari ketawa.

"Yaelah gue dulu suka maling ayam tetangga, pernah main bola nendang kaki temen gue sampe patah, nyuri mangga tetangga, sampe bangunin tetangga gue waktu tidur siang."

Aksa cuman diem. Dia mau ngelanjutin kenakalan lainnya seperti dulu dia suka makan telur tapi kuningnya doang, abis mandi gak sisiran, gak mau pake minyak telon, gak mau bedakan, tapi rasanya itu sekarang terdengar konyol.

"Kamu nakal gitu doang terus diapain sama nyokap bokap lu?"

"Emmm," Aksa coba mikir hal yang sangar seperti ... " Gue gak dibeliin kentaki dorong sama nyokap gue, jadi seminggu gue makan nasi tempe sama telur doang," jawabnya dengan wajah sangar.

"Hahaha Aksa, Aksa, gue dulu dikunci dikamar mandi karena ngambil duit didompet nyokap buat beli binder, hampir dimasukin karung karena mecahin pot tanaman kesayangan nyokap gue, aduh gue dulu nakal banget, kalau lu jadi temen gue dulu mungkin lu Sariphobia," jawabnya merendahkan Aksa.

"Sari, dulu sunat ya?" tanya Aksa.

"Kagaklah, bego," jawab Sari sambil ngelempar tisu yang diremasnya "Ya, sekarang gua udah tobatlah ya."

Kini Aksa melihat Sari layaknya mantan narapidana karena kenakalannya dulu. Mereka ngobrol sampai larut malam. Sekitar pukul 10 mereka pulang.

Sari diantar Aksa sampai depan gang kosannya dekat Posek Dramaga. Aksa melihat sekitar kosnya ada 2 anjing bulldog, dan 1 sarang elang disamping kosan Sari yang bisa dilihat dari depan gang.

"Itu bulldog sama elang mungkin udah lu rica-rica kali kalau lu masih kecil," kata Aksa.

"Haha ngaco lu, gak sampe segitunya juga."

Kencan pertama mereka selesai. Gak ada yang aneh dari kencan pertama mereka. Semoga kisah Aksa membaik diepisode ini.

Jumat, 15 November 2019

BER-MONOLOG

Pukul 02.00

"Hei, tumben bangun jam segini lagi?"

Terlihat wajah yang sendu, duduk, dan menunduk.

"Mata kamu merah, masih ngantuk ya?

Hmm.. tumben bangun jam segini lagi. Kerjaan udah mulai gak padetkah? Bukannya lagi banyak kerjaan yang lagi numpuk ya, istirahat sana gih, ntar bangunnay kesiangan.

Oh iya, jangan terlalu pelit sih sama diri sendiri. Kadang kamu terlampau pelit kalau sama diri sendiri, ngerti gak,"

Sesaat wajahnya terangkat, lalu meletakkan tangannya ke pahanya, sambil meremas kain yang dia kenakan.

Dia memegangi pundaknya, tersenyum lalu berkata "Iya, aku tau kamu sedih, kamu takut, dan seluruh kegundahanmu aku ngerti. Dan sekarang, kamu bingung kan berdialog sama siapa? bagaimana kalau bermonolog sama aku?

Mari kita runtut siapa kamu,

Kamu adalah orang yang telah banyak bertemu dengan orang asing, dan kamu selalu berhasil merebut hati mereka. Bukan, bukan berarti mereka jatuh hati, bukan berarti mereka menyukaimu, tapi mereka merasa dekat denganmu. Oke, yang aku maksud merebut hati bukan melulu perihal merebut hati lawan jenismu.

Kamu tuh orang yang cukup berpengalaman di forum, disebuah tim, dan organisasi. Well, jauh kebelakang kamu punya banyak orang untuk diajak berdialog.

Dan dari semua hal yang pernah kamu lalui, aku tau sebenernya kamu gak pernah merasa dekat dengan siapapun. Bahkan kalau orang lain merasa dekat sama kamu, aku sangat yakin, kalau kamu gak pernah merasa dekat sama mereka. Seterbuka apapun mereka sama kamu, sebanyak apapun mereka berbagi cerita pribadi mereka sama kamu, kamu gak pernah merasa dekat dengan mereka.

Kamu punya banyak teman, tapi selalu memilih sendiri, kamu punya banyak orang yang merasa dekat sama kamu tapi kamu bahkan gak pernah ingin membagi hari bahagia dengan mereka."

*memeluk.

"Itu yang kamu pilihkan, memilih untuk menyelesaikan apa-apa sendiri, memilih untuk selalu terlihat baik untuk orang lain. Aku tau, sebaik-baiknya kamu, itu sebaik-baiknya kamu menutupi semua sifat buruk, dan kegelisahanmu. Aku salut, kita bertahan kayak gini.

Gakpapa gak masalah, kamu bisa selalu bermonolog sama aku, kapanpun, karena akulah yang paling dekat denganmu, aku yang paling tau perasaanmu, tentunya setelah Allah.

Memang bukanlah hal yang menyenangkan buatmu, membuka pembicaraan dengan orang asing, berbicara masalah pribadimu dengan orang terdekatmu, ya itu pilihan. Aku tau, kamu menghindari momen dimana orang jadi ikut memikirkanmu, orang jadi bersimpati, atau kamu selalu benci diperlakukan istimewa.

Gakpapa tenang."

Dia menggigit bibirnya, seolah menahan sesuatu.

"Gak usah ditahan."

"Argghhh!!!!!!!!" dia berteriak, dan menangis, pelukanya darinya masih tak terlepas, justru semakin erat. semakin hangat.

"Hei, tenang. Tenang ya, kamu masih punya tenagakan untuk menengadahkan tangan, kalau memang tangan berat, atau amit-amitnya gak ada, kamu punya mulut yang masih lancar untuk berbicara. Dan kalau kamu bahkan malu mengucapkan apa yang kamu inginkan. Kamu bisa mengatakannya dalam hati. Gak ada alasan untuk tidak berdo'a.

Kamu sudah berusaha baik untuk semua yang terjadi. Gak perlulah kamu berlarut, minta di-dikti sama Allah, minta dituntun, karena kamu itu buta akan masa depan, kamu hanya berhak untuk berjuang dan kamu berkewajiban untuk mengupayakan.

Semua yang kamu risaukan, masih ada di bumi. dan perjalanan kita masih sangat panjang.

Udahlah tenang,"

Tangisnya mulai terhenti, air matanya tak meronta untuk keluar.

"Gak perlu menyiksa diri sendiri lagi. Aku tau, kamu sadar yang kamu lakukan itu salah, dan kamu tetap melakukannya, karena mungkin berat hati. Belum terlambat untuk menegaskan diri sendiri.

Ingatkan, kamu selalu tegas dalam berinvestasi, dan kamu tau bahwa ada yang bisa dikendalikan dan tidak. Kamu gak bisa meminta seseorang memperlakukanmu seperti apa, tapi kamu bisa mengatur gimana kamu memperlakukan orang lain.

Kamu bertanggung jawab untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik untuk dirimu sendiri, tapi orang lain tak memiliki kewajiban untuk memperbaiki diri buat kamu. Bukan kamu yang meminta orang lain menjadi baik, tapi menjadi baiklah untuk dirimu sendiri, dan orang yang kamu sayangi. Kamu dan orang-orang itu pantas untuk kamu yang lebih baik."

Tangannya kuat meremas paha-nya, wajahnya memerah dan basah. Dibantulah dia untuk berdiri.

"Tenang, masalahmu tak sebesar kuasa Tuhanmu, kita hanya berlebihan dalam menyikapinya,"

Dia berjalan menuju ranjangnya, menutup wajahnya dengan bantal.

Matanya berat untuk terpejam, pikirannya tlah lelah, dan mulutnya kaku karena lelah berteriak. Tangannya diletakkan diperutnya. Pandangannya kosong dan mulai berat.

Kalau kamu sendiri, aku juga sendiri. Kita adalah teman baik.

Tak lama setelahnya dia mulai memejamkan mata. Dan sosok itupun pergi menghilang. Sosok dirinya sendiri.

- End

Minggu, 03 November 2019

PROLOG UNTUK KEMBALI BERDIALOG BERSAMA AKSA

"Om jangan Om, jangan buka celana Aksa!"

"Gue Author elu, bukan Om Burhan, hmmm jadi Sa, maaf ya, jarang nulis sekarang. Sibuk banget, tapi duit gue jadi lebih banyak kok."

"...."

"Sorry ya, kan mau iphone."

"Kalau capek istirahat, gak usah memaksa, membaca cerita lama juga gak masalah kok. Lagian, lu juga repot, makasih udah nyempetin berdialog."

"Thankyou. Ngomong-ngomong, menurut lu gimana Sa, cerita lu, Sa, kok ngenes mulu."

"Kan lu penulisnya, bege!!!"

"Oh iya, terus lu diendingnya mau dikasih cewek yang gimana?"

" Hmmm, gini gue ada 3 kriteria sih, yang pertama cantik, yang kedua cantik, yang ketiga cantik, bolehkan?"

"Itu cuman 1, bahlul!"

"Nah iya bener, berarti itu."

Hmm.. mungkin kalau memang Aksa itu ada, dialognya bakalan seperti ini. Aksa adalah karakter yang gue buat untuk menghibur diri. Karakter yang gue buat dari semua sifat konyol gue. Dan setiap kali gue mau bercerita tentang Aksa gue selalu berusaha berdialog dengan dia, walaupun sebenarnya Aksa itu gak ada di Dunia nyata.

Sayangnya, gue bukan orang yang terbuka kesemua orang. Gue orang yang cenderung diem dikeramaian, hobi menyendiri dipojokan sambil membawa buku favorit, menikmati hangatnya lampu ruangan yang menyala, sambil mengamati orang yang datang dan pergi.

Selalu ada cerita disetiap datang dan perginya seseorang. Tanpa disadari, sudah berapa orang yang berlalu lalang mengisi, dan pergi ( eh ini yang gue maksud bukan mantan ya, tapi semua orang yang pernah relate sama gue). Termasuk gue, yang udah berlalu lalang pula.

Gue termasuk orang yang pemikir, dan jeleknya gue selalu memikirkan bagaimana respon orang terhadap gue. Padahal sendirinya tau, kalau respon orang ke diri sendiri itu, adalah sesuatu yang gak bisa gue atur, sementara hal yang bisa gue atur itu, respon gue terhadap orang tersebut.

Gaktau, udah berapa kali gue menyenangkan orang lain, dan udah sebanyak apa menyakiti dan mengecewakan orang lain.

Kembali lagi, ada yang bisa kita atur, dan ada yang gak bisa kita atur.

Aksa termasuk karakter yang bisa gue atur, dunianya ada di imajinasi gue, dan masa depannya bisa gue olah seabstrak mungkin. Dan gue selalu ngerasa, Astra itu kayak Malikanya kecap bango. Berarti Aksa itu udah gue anggap sebagai anak sendiri.

Kadang gue selalu merasa bisa ngatur dia, tapi alangkah baiknya, gue berdialog dengan Aksa sebelum menulis cerita untuk dia. Karakter Aksa udah tumbuh walaupun belum viral sih. Gak viral juga gakpapa, toh Aksa ada bukan untuk viral, dia ada untuk jadi teman berdialog gue di Dunia literasi.

Aksa itu cowok, dan dia harus menang untuk memilih. Walaupun dicerita sebelumnya ceweknya selalu menang untuk menolak.

Aksa bakalan jadi karakter yang membangun sifat dan pribadi yang bisa ditawarkan, agar dia bisa mudah untuk memilih. Sama artinyanya dengan memantaskan diri agar dia mendapat yang sepantasnya.

Aksa bukan karakter yang memiliki fisik yang menarik. Gue emang gak buat dia memiliki fisik yang menarik (biar sama kayak yang nulis). Karena gue tau, fisik yang menarik bukanlah asset yang nilainya naik, fisik yang menarik akan selalu terdepresiasi dengan usia.

"Tapi gue pengen ganteng!"

"Diem lu bawel!"

"Kan lu mesti berdialog dulu, condet!!"

"Iya, tapi tetep yang nulis cerita elu."

"KALAU GITU BUAT KARAKTER GUE SEBAGAI SEORANG PENULIS, GUE MAU NULIS CERITA IDHAM PENJUAL BAKSO GHAIB BERKUTANG!"

------

Yha, gimana yha, masak karakternya cakep yang nulis enggak.

Mungkin cerita Aksa gak bakalan ditulis tiap tanggal 15 dan 30 seperti dulu, dan gue bakalan berusaha menulis cerita Aksa sesering mungkin, eh enggak gue bakalan selalu menyempatkan berdialog dengan Aksa buat nulis ceritanya walaupun nantinya hanya muncul ide 1 sampai 2 kalimat.

bismillah, see you, Sa.

Minggu, 23 Juni 2019

UNPUBLISHED STORY: KEGELISAHAN DALAM MEMILIH

Lama banget gak nulis ternyata banyak yang menumpuk dikepala, bersamaan sama kegelisahannya. Tulisan ini khusus buat temen-temen yang sering buka blog, karena cerita ini gak bakalan gue publish di sosmed manapun.

"Dham, ada waktu longgar?" tanya salah seorang temen gue. Perkenalkan namanya Fifi.

"Call me back about 4-5 hours again"

Saat itu gue lagi dinas luar. Ada pekerjaan baru yang membuat gue harus meninggalkan beberapa hobi lama, seperti basket, nonton film, dan nulis tentunya.

Kerjaan baru gue menuntut gue buat bolak balik Cibinong-Bogor atau Cibinong-Jakarta. Bertemu dengan lebih banyak orang, menjalin relasi baru, well. Capek sih, tapi gue seneng, karena dapet duit lebih, eh gak deng karena dapet kepercayaan lebih.

Sekitar jam jam 5, udah 5 jam sejak Fifi ngontak gue, dia ngechat by Whatapp "Dham, gue butuh pendapat elu."

Mungkin banyak yang bilang usia 20-25 ya? Ini di siklus krisis dimana usia mulai mature, pikiran mulai mengarah lebih jauh kedepan, dan mulai menemukan siapa yang benar-benar menjadi kawan, atau lawan.

"Tau gak kemarin, ada yang ngechat sama persis kayak elu, dan lu tau dia minta pendapat apa? Kegalauannya mau ngelamar sama dilamar, kalau lu juga mau cerita itu, berarti lu orang ke 5 yang cerita kegue."

"HAHAHA, BUKAN, gue mau cerita. Gue lagi galau nih, mau kerja atau mau lanjutin kuliah S2," intronya yang dia ceritakan ke gue.

"Oh, emang lu lebih berat kemana?" jawab gue yang masih seadanya.

"Gaktau, for the first time Dham, gue bingung mau milih yang mana, karena sama-sama beratnya."

"Oh, lah lu duluan kepikiran yang mana?"

"Hmm... wait a minute"

Fifi berpikir sebentar, dan sekitar 20 menit setelahnya dia batu melanjutkan chatnya "Gue bingung bener-bener bingung, kalau dibilang mana dulu, gue lebih kepikiran kerja dulu dari pada lanjutin S2. Tapi, mamah pengen gue lanjutin S2 dulu. Okelah, gue pikir kalau gue jawab bisa ngelakuin semuanya beriringan mamah bakalan luluh, tapi dia ngomong 'Kalau sekolah sama kerja, nanti malah gak fokus sekolahnya loh, mbak,'

Dan dengan semua argumen yang mamah kasih ke gue, akhirnya gue mikir lagi, buat lanjutin sekolah lagi atau kerja dulu."

"Oh, dari awal sebenernya lu emang pengen kerja dulu?"

"Yap, gue pengen mandiri secara financial dulu, enak gak sih kayak elu gitu, udah punya duit sendiri, jadi udah gak membebani orang tua."

Gue tersenyum membaca chat Fifi, mungkin bener apa yang dia bilang. Gue beranjak dari posisi duduk gue. Saat itu, gue sedang ada dikantor, masih didepan komputer, lalu gue berpindah ke teras Masjid menyandarkan badan ke salah satu tiang. Menghela nafas lalu membalas.

"Oh, gitu..,"

"Iya, gue bener-bener bingung milih yang mana, kalau menurut lu gimana, Dham."

"Kalau gue jadi elu, dan bener-bener berat milih yang mana, gue nyaranin lu buat ngikutin nyokap lu. Mau cari apalagi selain nyenengin orang tua, sebelum mereka gak ada?"

Pesan gue diread doang, sekitar jam 6 gue balik ke kontrakan. Sampai jam 9 chat gue masih diread, dan sekitar jam 10 sebelum gue tidur Fifi baru bales.

"Dham, bukannya cara nyenengin orang tua ada banyak. Kalau gue kerja kan seenggaknya gue juga nyenengin mereka karena gue ngeringanin beban orang tua gue."

"Sorry to say, gak usah sok-sokan ngomong dengan ngeringanin beban financial orang tua lu, mereka langsung seketika seneng, sementara kalau lu balik lebih banyak ngabisin waktu bareng temen-temen elu, lebih sering ngajakin main temen-temen lu makan ketimbang bareng orang tua lu, lebih sering bales chat temen-temen lu dari pada ngechat mamah. Mungkin emang bener meringankan beban, tapi udah berapa kali permintaan mamah yang lu turutin, dan permintaan mereka yang mungkin lu gak tau, doa mereka buat lu yang mungkin lu gak pernah denger biar lu kayak gimana."

"Dham..," balasnya.

"Fi, kalau gak ada yang salah sama pengen lu itu, meringankan beban orang tua, siapa anak yang gakmau, tapi jangan lupa turutin dulu permintaan mereka, sabar, ada waktunya apa yang lu pengen direstui."

"Thanks a lot, brother." tutupnya.

Ada beberapa point yang gue garis bawahi disini. Gue gaktau apa yang ibu bapak gue pengen, yang gue lakuin hanya meraba apa yang membuat mereka seneng.

Kadang gue ngerasa, apa ketika gue udah kerja bisa kirim uang ke mereka, udah gak membebani mereka, tapi ternyata bukan. Bukan itu yang benar-benar mereka harapkan.

Sekali lagi gue meraba-raba, kita gak pernah tau apa yang mereka doakan buat kita, kita gak pernah tau apa yang ada di isi hati mereka, dan mungkin apa yang dia pinta ada maksud tersendiri dibaliknya. Hanya saja kita yang kadang menolak, maksud gue sering menolaknya. Well, sekali lagi, selain nyenengin orang tua, Mau cari apalagi selain nyenengin orang tua, sebelum mereka gak ada.

Sabtu, 22 Juni 2019

INDAHNYA PDKT AKSA III : CERITA REHAN

"Aduh...," keluh Aksa sambil geleng-geleng kepala.

"Gue udah gak diperhatiin lagi ini sama author gue, udah jarang buat cerita, bisa-bisa gagal pansos nih,"

"Etdah, gue sibuk. Masih mending ni hari ini gue nulis!"

"Iya, iya, yaudah sekarang lu mesti kasih nasib baik!"

"Bawel lu kayak bawal."

"Mana ada ikan yang bawel, ikan aja cuman mangap-mangap doang."

"Oh iya.."

"Tok-tok" pintu kamar Aksa diketok ditengah percakapan dengan authornya.

Dan tak lama setelahnya, pintu kamarnya terbuka secara perlahan. Semenit, dua menit gak ada orang yang masuk kekamarnya. Tiba-tiba terdengar suara sendu dari balik pintu, lalu hujan turun, dan mulai kamar Aksa mulai gelap.

Aksa membiarkan kamarnya tetap gelap, karena dia enggan menyalakan lampu. Suara sendu itu berasal dari balik pintu, dan tombol menyalakan lampu berada tepat disebelah pintu masuk kamar Aksa.

"OI SETAN! NYALAIN LAMPUNYA GUE TAKUT JALAN KESANA KARENA ADA ELU!" teriaknya lalu menutupi wajahnya menggunakan bantal.

Aksa menarik selimut dan bersembunyi dibaliknya, dengan bantal yang sekarang dia peluk.

Tiba-tiba, tangan putih pucat keluar dari pintu.

"NDRUWOOO!!! AAAAA TOLONGG, MY BODY IS NOT YUMMY DONT EAT ME PLEASE!!!"

Tenang, Sa, ini bukan cerita horor. Lagian lu ada setan bukannya do'a malah dialog pake bahasa inggris.

"Ini gue," muncul wajah yang sangat Aksa kenal.

"Rehan? Lu gentayangan?"

"Napa gentayangan, kan gue belum mati, pehul!"

"Kok lu pucet banget, mata lu juga item banget? Password?" tanya Aksa terheran-heran.

"Kopi luak, gak pake kembung."

"Lah iya, beneran elu, sini-sini," Aksa mempersilahkan sahabatnya ini masuk.

Rehan duduk dan bersandar dilantai, badannya keliatan lemas, rambutnya berantakan, pipinya mulai tirus, mirip kayak Atta lagi nyamar jadi pengemis. Cuman Rehan lebih cakep.

Dia terduntuk lesu, merendahkan bahunya, dan meletakkan tangan diatas kakinya. Aksa menyalakan lampu, dan menyeduh teh buat Rehan. Suara sendu Rehan mulai mereda.

"Nih, gue buatin teh, minum."

Rehan hanya tertunduk lesu, wajahnya tertutup rambutnya yang acak-acakan. Aksa membiarkannya, lalu dia duduk dikursi.

"Nape lu?" Tanya Aksa.

Rehan masih tertunduk lemas. Aksa membiarkannya.

15 menit kemudina, "Yaudah kalau gakmau cerita gakpapa Han."

Sejam kemudian "Lu kesini mau apa?" tanya Aksa kembali karena terlalu hening untuk 2 orang sahabat yang berada di satu ruangan.

Masih tetap gak dijawab Rehan. Aksa menghampiri Rehan, lalu duduk disampingnya. Memegang pundaknya, lalu menyoyornya.

"ETDAH BUSET, DARI TADI LU TIDUR TERNYATA, GUE NANYA GAK DIJAWAB-JAWAB, MINUM TUH TEH SIANIDA!"

"GUE NGANTUK, KARSO!!! GUE BELUM TIDUR 3 HARI!!"

"TIDUR YA TIDUR, TAPI JAWAB PERTANYAAN GUE!!"

"LAH MANA GUE TAU KALAU LU NANYA, NAMANYA JUGA TIDUR!!"

"Oh iya sorry, terus kenapa lu kok belum tidur 3 hari, ngerjain skripsi?"

"Belum kocak, kan gue masih semester 3."

"Oh, lu kelilit utang ya?"

"Yaelah, kalau gue kelilit utang nama gue lari ke elu Sa, kan lu juga gak punya duit."

"Oh iya, terus kenapa?"

Rehan, melipat kaki dan tangannya, mengambil teh yang sudah dingin, lalu meminumnya "Ini gak lu kasih sianidakan?"

"Enggaklah, Han, gue bercanda doang," Aksa mulai iba melihat sahabatnya.

"Gue lagi sedih, Sa, bahkan teh manis yang lu buat berasa tawar banget."

"Emang gak gue kasih gula, lagi abis."

"Oh, maaf. Teh tawar yang lu kasih berasa pait kayak kopi."

"Mau kecap kalau mau dimanisin?"

"MBOH!" Jawab Rehan kesal "Gue lagi sedih, Sa."

"Elahh, sedih kenapa, perasaan minggu kemarin lu ngomong sama gue 'Kita walaupun temen deket, kehidupan kita jomplang ya. Gue ada yang mencintai setulus hati, lah gue liat elu, ada yang mau mungut aja kagak' sekarang napa lu sedih?"

Rehan menatap sahabatnya dengan mata yang berkaca-kaca, bibirnya menahan tangis,"GUE PUTUS SA!!"

Melihat temannya menangis Aksa jadi jijik. Rehan memeluk Aksa, sementara Aksa mencoba melepas pelukannya. Sesaat mereka beradu pukul, lalu berhenti setelah Aksa kentut.

"Sa, berharap sama orang tuh, kek apa ya hiks, kek sakit banget, apalagi berharap sama dia hiks" kata Rehan sambil tersedu-sedu.

"Lah dulu lu ngomong, berharap sama orang itu patah hati yang disengaja, sekarang lu sendiri yang berharap sama orang sok-sokan sih lu dulu."

"Sa...,"


Bersambung..

Senin, 22 April 2019

AKSA RETURN



Pulang selalu membuat Aksa lebih baik, dengan beberapa cerita yang dia dapat dari teman, maupun pesan dari ibunya. Kepulangan Aksa ke Bogor disambut Rehan temannya.

"Ini nih, si bocah terkutuk!" sambut Rehan.

"Ini nih, temen pembawa sial," balas Aksa.

Flashback sedikit kebelakang kalau emang Aksa kemarin dikutuk jomblo, dan Rehan datang bak seorang pahlawan. Ngenalin Aksa beberapa cewek, dan sayangnya cewek yang dikenalin Rehan gak ada yang beres.

Ajeng yang terlalu percaya hal-hal mistik, dan Retno eh Ratno yang ternyata dia adalah cewek transgender, bukannya jadi obat pelipur lara, justru jadi wanita pembawa nestapa.

"Lu mau gue kenalin lagi nggak, Sa?" tawar Rehan, saat perjalanan menuju kosan.

Aksa hanya menderham, tidak terlalu menggubris omongan Rehan.

"Sa.."

"Enggak, lu pasti nipu lagi."

"Tapi, ini..," belum selesai Rehan ngomong Aksa udah sewot untuk menolak.

Sampai 15 menit perjalanan menuju kosan "Kalau sekarang mau nggak?"

"Enggak, lu pasti nipu lagi."

Lalu setelah Aksa sampai dikos "Kalau sekarang mau nggak, Sa?"

"Enggak, lu pasti nipu lagi."

Sampai pada akhirnya Rehan pamit pulang "Kalau sekarang mau nggak, Sa?"

"Hmmm, oke boleh."

"Hee, dasar," Rehan melempar kaos kaki busuknya ke muka Aksa.

Rehan duduk disamping Aksa dikasur, dia menunda kepulangannya untuk memperkenalkan temen ceweknya ke Aksa (LAGI).
.
"Ini beres kagak? Lu ngasih gue kenalan tapi gak ada yang beres. Kirim KTP juga dong, jangan-jangan dia cowok kayak Ratno!" keluh Aksa.

"Enggak, santuy. Gue kenal ini anak dari awal masuk kuliah kok," jawab Rehan sambil terus mengutak-atik HP-nya.

Setelah lama mngutak-atik HP-nya Rehan melihat Aksa, beberapa kali setelah melihat HP-nya. Rehan memangku kepalanya dengan sebelah tangannya, seakan sedang berpikir dan membayangkan sesuatu.

"Kayaknya gak jadi gue kenalin deh, Sa."

"Lah, lu PHP, napa gak jadi!!!??" tanya Aksa kesal.

"Dia terlalu cakep buat elu, Sa, ntar lu ditinggalin lagi gimana?"

Aksa menempuk pundak Rehan dengan keras "Sakit bege!" teriak Rehan kesakitan.

"Lu ngomong kayak gitu juga sakit, Han. Jadi lu ngomong kalau gue jelek gak cocok sama tuh cewek yang cakep, lu niat ngenalin gak?"

"Kok lu emosi, mau dikenalin gak?"

"Yaudah maaf," kata Aksa sambil menjabat tangan Rehan.

"Cium," Rehan mengangkat tangannya, lalu Aksa mencium tangan Rehan "Gitu dong, pinter," setelah mengelus rambut Aksa, Rehan memperlihatkan foto cewek untuk dikenalkan ke Aksa.

"Dih, iya, cakep banget. Mau gak ya sama gue?" Keluh Aksa.

"Bro, cewek itu gak butuh cowok yang ganteng," kata Rehan sambil menepuk pundak Aksa.

Aksa menatap Rehan dengan mata berkaca, seolah temannya meyakinkan sahabatnya. Aksa tersenyum "Tapi cewek butuh Aksa-kan?"

"Gak juga sih," sesaat setelah itu HP Rehan berdering "Hallo sayang, ada perintah apa kok tiba-tiba nelpon?- Oh iya, siap-siap, aku meluncur 5 menit lagi- Oke bye, I love you" Rehan kembali menatap Aksa "Cewek itu butuh Bucin, udah ya gue mau nganter doi ke kamar mandi."

"Ha? Ngapain lu nganter dia kekamar mandi!?"

"Iya kamar mandinya lagi rusak, dia mau kencing di POM katanya, dah ya ntar gue kenalin deh sama Tika, ini cewek namanya Kartika, oke?"

Aksa heran, betapa bucinnya Rehan sampe kekamar mandi aja mesti ditemenin.

Setelah Rehan pergi, Aksa merebahkan badannya diatas kasur. Beristirahat setelah perjalanan pulang keperantauan. Sesaat kemudian Aksa memejamkan matanya.

"Kartika ya, hmm mau gak ya sama gue," gumamnya dalam hati. Lalu dia tertidur.



- Bersambung,

Jumat, 15 Maret 2019

PESAN BUAT AKSA

Kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan, selalu dan pasti. Sadar gak sadar, bangun tidur itu juga kita udah memilih, setelah kita bangun kita juga dihadapkan sama pilihan lagi. Bahkan, saat bokerpun kita akan dihadapkan dengan pilihan tanpa mungkin kita sadari.

Jadi, gini ceritanya. Beberapa hari kemaren Aksa sebelum pulang ke Bogor lagi Aksa sempet main kerumah temen Aksa, Roni. Roni ini temen Aksa dari SMP anaknya loyal banget, ter-skuy living. Diajak kemana-mana pasti ayo, dan selalu yang bayarin.

"Yakin lu gakmau kemana-mana?" tanya Roni waktu gue main kerumahnya.

"Enggak, udah disini aja, besok gue udah balik, gue cuman pengen main kerumah lu."

"Asek, tumben lu romantis gitu, tapi gue tinggal bentar gakpapa ya? Lu main PS aja dulu didepan, gue pergi bentar."

"Yah, gue kesini lu malah pergi, gimana sih," keluh Aksa.

Roni menepuk pundak Aksa, menatap matanya tajam dan berkaca-kaca "Gak lama kok, Sa."

"Etdah, lu kayak homo aja, yaudah sana pergi!"

Roni langsung cabut ninggalin Aksa diruang tamu. Gak lama kemudian papah Roni dateng.

"Loh mas Aksa, kapan dateng?" sapanya ramah sambil menghampiri Aksa.

"Baru kok Om hehe" 

"Roni kemana mas?" tanya Papahnya sambil clingak-clinguk nyari Roni.

"Katanya tadi keluar bentar, Om."

"Loh, pie to, ada temennya kok ditinggal-tinggal," keluh Papahnya sambil menepuk jidatnya. Lalu Papah Roni ninggalin Aksa juga, tapi gak lama kemudian dia kembali dengan membawa es Sirup dan cemilan "Nih, nak cemilan sama minumnya," Papahnya dateng dan menyuguhi Aksa.

"Wah, makasih Om, jadi enak nih saya."

"Hahaha, bentar ya,"Papahnya kembali ninggalin gue, lalu kembali sambil membawa seliter botol minum.

Wah minuman tambahan pikir gue. Warna putih kentel kek Susu gitu, Aksa pikir keknya enak nyampur sirup sama Susu. Tapi sepertinya Papahnya gak mau berbagi minumannya, karena Susu itu diletakkan disampingnya.

Aksa melahap cemilan yang dihidangkan. Cemilannya favorit Aksa lagi, makanan manis-manis dan coklat, Sirupnya juga bukan Marjan, gaktau ini Sirup merknya tapi enak menurut Aksa. Papah Roni hanya tersenyum melihat gue makan.

"Om, saya makan hehe" karena sungkan gue makan mulu sambil diliatin Papahnya Roni.

"Iya mas habisin aja, lagian itu gak bakalan habis kalau gak ada tamu mas."

Gue hanya ketawa kecil sambil makan. Astaga kenapa Aksa rakus ya karakternya. Eh kan gue yang buat -_-

"Kamu hobinya apa mas?"

"Baca koran, pak, sama naik gunung," jawab Aksa sambil tetap melahap makanan.

"Udah punya cewek belum?"

Aksa tersendat, lalu melihat kearah Papahnya Aksa. Sepertinya Papahnya tau kalau Aksa itu jomblo, lalu dia tertawa.

"Hahaha, mas mas kamu kok lucu ditanya gitu doang keselek. Cari dong mas. Maskan gak jelek-jelek amat," Papahnya terdiam sebentar "Maaf, maksud saya mas kan masih muda, temen cewek juga banyak bla bla bla" Aksa nangkep maksud Papahnya minta maaf adalah sindiran kalau Aksa itu jelek.

"Iya Om, ini juga nyari tapi belum ada yang mau," jawab Aksa melas.

"Hahaha, kamu kurang nunjukin apa yang kamu tonjolin sih!"

Aksa melihat kesekeliling badannya. Satu-satunya yang menonjol dari Aksa hanya perutnya, tapi sayang menonjolnya kedalam. Karena Aksa badannya kurus. 

"Kamu kuliah dimana mas?" tanya Papahnya.

"Di IPB Om."

"Institut Pakuan Bogor?"

"Pertanian Om!! Pertanian!!" jawab Ajsa ngegas.

"Hahaha, kok kamu lucu sih, mas. Dulu Om juga pernah tuh ke Bogor, wih di Bogor enak tuh. Ceweknya cakep-cakep, tempat wisata juga banyak ada curug, air terjun, Kebun Raya, puncak cisarua, wiihh bisa maen mulu kamu disana mas. Makanannya juga enak-enak, Sate Maranggi, soto kuning, Soto Mie, Laksa bla bla bla " papahnya Roni cerita kek dia hafal bener Bogor lebih dari gue malahan yang paling makan di warteg, sama YC.

"Andai saya masih kayak kamu mas," lalu papahnya meneguk seliter air yang dia bwa tadi, sekali minum coba "Sekarang mah, kalau udah tua gini saya banyak pantangannya."

Gak lama kemudian Roni dateng "Eh papah, Aksa bukan calon aku ya, jadi gak usah kepo-kepo banget sama dia. Lagian dia gak ganteng!"

"Lu juga gak ganteng Roni, dan gue gak homo!" jawab Aksa.

Roni dan Papahnya ketawa. Lalu diajaknya Aksa kekamar Roni. Roni udah bawain martabak keju manis dan roti bakar bandung. 

"Gue tuh kalau liat papah kasian, Sa," kata Roni lesu "Papah tuh, udah jarang bisa diajak kemana-mana takut kecapean ntar sakit. Ngajakin makan aja juga harus pilih-pilih, gak boleh makan manislah, ayamlah, macem-macem deh."

"Loh, tapi papahmu itu sehat gitu minum susu seliter gitu langsung habis lagi." 

"Susu gundulmu! itu obatnya Papah, sehari harus minum segitu emang, buat ngontrol gulanya."

"Oh, pake susu ngontrolnya? Enak dong, gue suka minum susu."

"Ngomong susu lagi, ntar gue cekokin lu sama obatnya papah," kata Roni kesal.

Aksa tertawa, lalu Roni kembali nerusin ceritanya "Gue gakmau kayak Papah, gak bisa nemenin gue makan, jalan-jalan. Gue kuliah jauh, pulang-pulang jarang bisa main sama Papah, paling jagain dia dirumah, kadang nganterin dia ke rumah sakit. Makanya gue anaknya kalau diajak kemana-mana skuy aja, karena bosen, Sa dirumah mulu."

Aksa terdiam liat Roni wajahnya seketika berubah agak sedih.

"Papah tuh dulu, hobinya main, sama makan. Beh, Sa, lu kalau tanya liburan kemana, makanan apa dia pasti hafal, tapi gak pernah ngajak gue kesana. Eh jarang sih. Papah tuh selalu ngomong, 'Kamu tuh investasi terbesar Papah, nak' hmm yaudahlah," Roni gak melanjutkan kalimatnya. Aksa tau maksudnya gimana.

Sehari setelah Aksa dari rumah Roni barulah Aksa balik ke Bogor. Aksa teringat disini pesen papah Roni ke anaknya "Kamu tuh investasi terbesar Papah," tapi, dari cerita Roni gue juga tau, kalau Papahnya lupa berinvestasi untuk dirinya sendiri.

Sekali lagi, hidup itu pilihan, tapi hati bukan tuk dipilih. Eh malah jadi lagunya Fiersa Besari. Enggak maksud Aksa hidup itu bener-bener pilihan. Kayaknya jadi Papahnya Roni tuh enak dulu, main kemana-mana, makan sana sini, tapi sekarang, Papahnya gak bisa menikmati itu bersama Roni. 

Papahnya udah memilh untuk menghabiskan masa mudanya untuk bersenang-senang. Dan mungkin masa waktu bersenang-senangnya sudah dihabiskan waktu masih muda, dan sekarang dia harus menjaga masa tuanya agar tetap ada unutuk melihat Roni tumbuh dewasa. 

Aksa membayangkan kalau dulu Papahnya seorang atlet, menjaga kesehatannya, mungkin aja sekarang dia bisa nemenin Roni jalan kemana-mana, dan gak perlu mengatur makanannya seketat sekarang ini. 

Well, Aksa mengingatkan lagi, semua itu pilihan buat temen-temen. Semua ada enak dan enggaknya, tinggal mau pilih yang mana dulu.