“Terus
sekarang lu mau ngapain?” pertanyaan klise buat Aksa. Baginya patah hati tak
melulu harus cepet-cepet cari pasangan.
Aksa
hanya mengangkat bahunya. Lalu menyeduh Machiato panas yang dia pesan. Sudah
sejam lebih Aksa dan Rehan duduk berdua di café itu.
Café
tempat mereka ngopi tak terlalu ramai, karena mereka berdua datang saat
weekday. Aksa melihat sekeliling café, tak terlalu banyak orang tetapi tetep
ada aja sejoli yang sedang bercumbu “Han, kita kayak homo gak sih?” tanyanya
sambil membukukan badan dan berbisik.
Rehan
mengernyitkan dahi. Aksa memberi kode untuk melihat sekeliling “Iya juga ya,
cuman kita yang berduaan. Sama-sama cowok lagi.”
Mata
Aksa tertuju pada sepasang kekasih yang berada tak jauh dari mereka beruda.
Pasangan itu duduk dipojokan, mereka tak sering bertatapan, cenderung merunduk.
Makanan dan minumannya udah sama-sama abis.
“Gue
sering tuh kayak gitu kalau pacaran dulu” celetuk Aksa ketika melihat pasangan
itu.
“So?”
jawab Rehan.
“Mereka
itu pasangan yang mainstream, gue yakin diantara mereka udah gak ada perasaan
yang menggebu-gebu. Mungkin diantara mereka juga kehilangan alasan buat saling
sayang,” Aksa seolah menjadi Sherlock Cinta. Menjadi sok tahu banget dengan
hubungan orang disekelilingnya.
“Muke
lu biasa aja!” kata Rehan sambil nampol Aksa.
“Sakit
Bambank!”
“Udah
deh, lu gak usah sok tau tentang orang lain. Sekarang tuh, gue pengen lu
seneng-seneng.”
“Loh?
Gue seneng, Han.”
“Seneng
napa lu seminggu ini gak pernah tidur malem! Kantung mata lu tuh udah kayak
ditonjok.”
Walaupun
Aksa sebelumnya selalu ngomong “I’m okey,
gue udah ngira kalau bakal kayak gini” tapi sebenernya setiap malam Aksa selalu
mencari-cari alasan kenapa dia selalu seperti itu.
Sepatutnya
orang yang terus memperbaiki diri, Aksa gak pernah berubah dengan sikap
insecurenya.
Aksa
mengambil HP dan berkaca lalu menggelengkan kepala “ Iya juga ya, gue gak
ganteng lagi nih.”
Setelah
putus, Aksa memiliki kebiasaan tidur malam. Dia memikirkan siklus percintaannya
kebelakang, selama beberapa kali pacaran, hal yang merusak hubungannya itu
sama. Selalu karena ke-insecure-annya.
“Buset, sejak kapan lu ganteng?”
“Sejak
emak gue ngelahirin gue,” jawabnya percaya diri.
“Yaudah
ayo cabut” Rehan berdiri lalu kekasir.
Sesampainya
dirumah Aksa menjatuhkan diri kekasur. Hanya diam sambil menatap kearah plafon
kamarnya. Aksa memandangi sekeliling kamarnya yang berantakan. Tanpa
memperdulikannya Aksa lalu tidur.
Keesokannya
harinya, Aksa memutuskan untuk jalan kaki menuju kampusnya yang cukup jauh,
sekitar 3 kilometer. Olahraga sekalian ngirit bensin. Uang Aksa dulu banyak
terkuras buat njajan bareng mantannya. Jadi ini adalah salah satu langkah Aksa
buat ngirit, gak enak hati juga minta duit lagi ke orang tua dengan alasan uang
habis buat pacaran.
Karena
Aksa jalan kaki menuju kampus, mau gakmau Aksa harus menikmati perjalanannya.
Melewati trotoar yang banyak pedagang, lewat SD yang lagi istirahat, dan
kampung belakang kampusnya yang ramai.
Aksa
melihat pemandangan SD yang membuatnya pilu. Banyak banget anak SD yang udah
pacaran, beli pentol berduaan, suap-suapan telur gulung, ada yang gandeng
pacarnya keliling lapangan, “Lu kira lagi towaf keliling lapangan kali, sambil
gandengan pula!”
Sesampainya
dikampus Aksa langsung menuju kelas dan duduk disamping Rehan.
“Tumben
lu siangan datengnya?” celetuk Rehan saat Aksa baru aja dateng.
“Iya
tadi gue jalan kaki”
“Buset,
lumayan jauh, Sa!”
“Jauhan
hati gue sama jodoh gue.”
“Buset,
ni bocah jadi melo banget.”
“Ya,
lu sekarang bisa panggil gue Amel, Aksa Melo.”
Rehan
ketawa sambil nepok jidat. Temen karibnya ini ntar malem bisa mangkal jadi
bencong di jembatan Suhat.
Setelah
selesai kelas mereka berdua pergi kekantin. Aksa dan Rehan emang terbiasa
kemana-mana bareng. Kadang mereka udah keliatan kayak homo karena hampir gak
ada waktu berpisah kecuali saat tidur malem. Aksa dan Rehan tidur di kostannya
masing-masing.
Suasana
kantin pasti selalu ada gerombolan cewek sendiri, dan gerombolan cowok sendiri.
Pastinya lah ya, gerombolan itu lebih dari 2 orang. Aksa yang menengok kearah
sekitar, lalu sadar hanya mereka yang berdua. Duduk dipojok kantin bewarna biru
sementara pengunjung lainnya pasti bergerombol.
“Kita
berduaan doang ni?” tanya Aksa pada Rehan.
“Yaudah
gue panggil Anis kesini ya?” jawab Rehan.
“Buset,
lu tega gue jadi medicine Masquito?”
“Yaudah
biasanya juga kita berduaan doang, napa sih lu!”
“Gue
ngerasa kita kayak homo,” Aksa ngomong sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Kalau
elu mungkin terindikasi gitu, kalau mah gak mungkin. Semua juga tau kalau gue
punya pacar.”
Aksa
gak menggubris omongan Rehan. Matanya sebenernya sibuk liatin cewek-cewek
kampus yang ada dikantin. Dia bergumam “Satu dua ayam Pablo, tuh cewek pada
jomblo.”
Rehan
bingung dengan sikap temannya. Makanan yang udah dateng langsung Rehan santap.
Sementara Aksa masih sibuk menyeleksi.
“Lu
udah mau move on ni?” kata Rehan berusaha menghentikan temannya yang sedari
tadi mantau sekeitarnya. Rehan risih, karena Aksa merhatiin orang sampe orang
itu sadar kalau sedang diperhatiin sama Aksa.
Aksa
hanya mengangkat bahunya.
Selesai
mengunyah makanannya Rehan membuka HP, seolah sedang mencari sesuatu. Setelah
beberapa menit Rehan nyengir-nyengir sendiri “Nape lu senyam-senyum, Koreng
Shaolin!”
“Nih,
gue udah buatin list buat elu. Call it
Girlslist, or in sundase Geulis,” terlihat beberapa nama yang ditulis dalam
sebuah note di HP Rehan.
Aksa
menatap Rehan dengan wajah bertanya-tanya.”Siap gak siap move on, lu maukan
kalau gue kenalin sama temen-temen gue?”
Sepertinya
gengsi Aksa cukup tinggi untuk menerima tawaran dari temannya. Dia menolaknya
mentah-mentah sambil berkata “Gue masih belum pengen sama siapa-siapa dulu,
biar gue instropeksi dulu kemarin napa gue putus.”
Rehan
meng-iya-kan keputusan Aksa. Setelah mereka selesai makan, Aksa dan Rehan
berpisah dan menuju kostan masing-masing.
Sesampainya
di kostan, Aksa membuka HP-nya. Sama sekali gak ada notifikasi kecuali sms
tipu-tipu minta pulsa sama dapet doorprise mobil. Aksa membuang HP kekasur.
Membenamkan diri, menutup wajahnya dengan bantal.
Aksa
merasa sebuah komitmen itu seperti sesuatu yang gampang dibuat dan gampang
diingkari. Dan pacaran, adalah salah satu media untuk mengikari komitmen itu
sendiri.
Aksa
membuka laptop, sambil browsing dan melihat-lihat folder lamanya. Isinya kalau
gak foto mantan, ya project surpriseannya dia buat mantannya. Ada yang berupa
file video, gambar, atau hanya sekedar puisi dan syair indah khas orang yang
khasmaran.
“Kalau
aja mantan itu kayak e’ek. Seenak apapun makanan yang gue makan kalau udah jadi
e’ek nyemplung ke septictank bisa gue ikhlas-in” gumamnya sambil men-scroll
folder-folder lamanya.
Aksa
menggelengkan kepala. Gak sehat pasti melihat yang sudah-sudah. Lalu dia
memindahkan folder itu menjadi satu dan diberi nama “E’ek Ikhlasin aja”.
Aksa
kembali ke kasur, mengambil HP yang dibuangnya lalu … “Buset ni bocah udah
punya pacar aja!!” teriaknya kesal.
Yang
Aksa liat adalah mantannya yang udah gandengan dengan cowok lain. Fotonya
siluet dan menandai pacar mantan Aksa yang baru, namanya Dadang.
“Namanya
aja udah kampungan,dia pasti orang kampung!”
Setelah
distalking emang bener Dadang orang kampung, nama kampungnya Njetak. Berada di
kabupaten Ngawi perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tapi, Dadang ini
anaknya lurah, tajir, bapaknya punya saham disebuah perusahaan manufaktur
terbesar di RI.
Aksa
yang saat itu seketika bersumbu pendek, “Halo Rehan, besok kenalin gue sama
temen lu yang udah lu buat list tadi ya!”
Pencarianpun
dimulai, apakah ini jadi sebuah balas dendam?